Pada tahun 1981 pemerintah Indonesia menghadapi masalah kemiskinan dan buta aksara. Penduduk miskin melebihi 15% dari jumlah penduduk Indonesia (sumber: Badan Pusat Statistik) dan penduduk buta aksara mencapai angka 31% (sumber: paparan LPM UNY, 2011). Kondisi tersebut menjadi hambatan utama dalam pembangunan di segala bidang.
Angka statistik tersebut mendorong Direktorat
Jenderal Pendidikan Luar Sekolah, Pemuda dan Olahraga (Ditjen Diklusepora),
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan membangun Sanggar Kegiatan Belajar (SKB)
sebagai Unit Pelaksana Teknis Ditjen Diklusepora di setiap kabupaten/kota.
Tujuan pendirian SKB di setiap kabupaten/kota adalah untuk melakukan
koordinasi, sinkronisasi, dan pengembangan pembelajaran program pendidikan luar
sekolah serta pemuda dan olahraga dalam bentuk program pemberantasan buta
aksara. Karena SKB saat itu cukup berhasil dalam membantu program-program
Diklusepora termasuk pemberantasan buta aksara, di beberapa kabupaten/kota
dikembangkan lebih dari satu SKB.
Seiring dengan perubahan sistem pemerintahan
di Indonesia dari pemerintahan sentralistis ke pemerintahan otonomi daerah,
keberadaan SKB yang sebelumnya adalah tanggung jawab pemerintah pusat menjadi
tanggung jawab pemerintah daerah kabupaten/kota. Dengan perubahan itu, status
SKB adalah sebagai unit pelaksana teknis (UPT) di bawah dinas pendidikan
kabupaten/kota yang bertugas melaksanakan program percontohan dan tugas tambahan
yang spesifik sesuai dengan kebutuhan daerah. Kondisi SKB setelah diserahkan
kepada daerah masih belum menunjukkan prestasi yang menggembirakan. Hal ini
disebabkan beberapa hal, yaitu (1) status SKB masih sebagai UPT belum sebagai
satuan pendidikan nonformal sehingga sulit berkembang dan sulit memperoleh
dukungan, (2) tugas dan fungsi SKB bersinggungan bahkan sebagian besar sama
dengan kepala bidang, kepala seksi, dan penilik di jajaran dinas pendidikan
kabupaten/kota, (3) banyak SKB yang tidak mampu menunjukkan fungsi sebagai
pembuat percontohan, tetapi hanya mampu melaksanakan program pendidikan
nonformal, dan (4) dukungan pendidik dan tenaga kependidikan, pendanaan, dan
sarana prasarana sangat rendah.
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang
Sistem Pendidikan Nasional Bab I Pasal 1 ayat (10) menyatakan bahwa satuan
pendidikan adalah kelompok layanan pendidikan yang menyelenggarakan pendidikan
pada jalur formal, nonformal, dan informal pada setiap jenjang dan jenis
pendidikan. Dalam Pasal 52 ayat (1)
dinyatakan bahwa pengelolaan satuan pendidikan nonformal dilakukan oleh
pemerintah, pemerintah daerah, dan/atau masyarakat. Berdasarkan amanat UU Nomor
20 Tahun 2003 tersebut, SKB perlu diubah fungsinya menjadi
satuan pendidikan agar
menjadi kelompok layanan pendidikan yang
menyelenggarakan program Pendidikan
Anak Usia Dini (PAUD) dan Pendidikan Masyarakat
(Dikmas). Beberapa keuntungan SKB menjadi satuan pendidikan sesuai dengan
amanat UU Nomor 20 Tahun 2003, di antaranya adalah sebagai berikut.
1. Berdasarkan Bab XI Pasal 41 ayat (3),
pemerintah dan pemerintah daerah wajib memfasilitasi satuan pendidikan dengan
pendidik dan tenaga kependidikan yang diperlukan untuk menjamin
terselenggaranya pendidikan yang bermutu.
2. Berdasarkan
Pasal 89 ayat
(2), dana pendidikan
dari pemerintah dan pemerintah daerah untuk satuan pendidikan
diberikan dalam bentuk hibah sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang
berlaku.
3. Berdasarkan
Pasal 60 ayat
(1), akreditasi dilakukan
untuk menentukan kelayakan
program dan satuan pendidikan pada jalur pendidikan formal dan nonformal pada
setiap jenjang dan jenis pendidikan; dan berdasarkan Pasal 60 ayat (2),
akreditasi terhadap program dan satuan pendidikan dilakukan oleh pemerintah
dan/atau lembaga mandiri yang berwenang sebagai bentuk akuntabilitas publik.
Dengan demikian, apabila SKB menjadi satuan
pendidikan nonformal sejenis, pemerintah atau pemerintah daerah wajib
memberikan pemenuhan jumlah pamong belajar dan tenaga fungsional umum yang
cukup, anggaran yang memadai, sarana
dan prasarana, serta
pembinaan untuk mencapai standar nasional pendidikan
(terakreditasi).
Permendikbud No. 4 Tahun 2016 tentang Alih
fungsi Sanggar Kegiatan Belajar menjadi Satuan Pendidikan Non Formal, Peraturan
Direktur Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini Dan Pendidikan Masyarakat Kementerian
Pendidikan Dan Kebudayaan Nomor 1453 Tahun 2016 Tentang Petunjuk Teknis Satuan
Pendidikan Nonformal Sanggar Kegiatan Belajar
SKB semula berbentuk UPTD beralih fungsi
menjadi SPNF, sebagai satuan pendidikan nonformal sejenis. Artinya, SKB
merupakan kelompok layanan pendidikan yang menyelenggarakan program pendidikan
nonformal.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar